Rabu, 03 Desember 2008

PENGEMBANGAN RUMUS ESTIMASI KUAT TEKAN BETON
DARI DATA KECEPATAN PULSA ULTRASONIK

Sudarmadi dan Amir Partowiyatmo
UPT LUK – BPPT Puspiptek Serpong Tangerang 15314

INTISARI
Rumus untuk estimasi kuat tekan beton dari pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik yang telah dikembangkan dirasakan masih kurang praktis untuk digunakan karena terdiri dari lebih dari satu persamaan. Oleh karena itu, dalam makalah ini dibahas mengenai penerapan rumus Chung-Law Sederhana, yang merupakan penyederhanaan dari rumus Chung-Law, dan pengembangan rumus baru untuk estimasi kuat tekan beton dari data hasil pengukuran pulsa ultrasonik.

Untuk penelitian ini disiapkan benda uji beton dari dua sumber, masing-masing dengan lima tingkat kekuatan, dengan membedakan rasio air-semen pada campuran betonnya. Benda uji yang digunakan adalah kubus, silinder, dan kolom. Bahan untuk silinder adalah sama dengan bahan untuk kolom, tetapi berbeda dengan untuk kubus. Pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik dilakukan pada kubus dan silinder sebelum uji kuat tekan. Terhadap kolom hanya dilakukan pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik. Hasil pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik kemudian dimasukkan ke dalam rumus Chung-Law Sederhana dan dibandingkan dengan hasil uji tekan kubus. Persamaan koreksi terhadap penerapan rumus Chung-Law Sederhana disusun dengan analisis regresi terhadap hubungan yang ada antara hasil-hasil rumus Chung-Law Sederhana dan uji tekan kubus. Analisis regresi juga dilakukan terhadap hubungan hasil pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik dan uji kuat tekan untuk mengembangkan rumus baru.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa nilai kuat tekan beton yang diestimasi dengan rumus Chung-Law Sederhana perlu dikoreksi dan bahwa rumus baru yang diperoleh dari penelitian ini dapat digunakan untuk estimasi kuat tekan beton secara lebih praktis karena hanya terdiri dari satu persamaan.

Katakunci : kuat tekan beton, pulsa ultrasonik, rasio agregat-semen, rasio air-semen.

ABSTRACT
Developed formulas for estimating the concrete compressive strength based on measurement of ultrasonic pulse velocity are considered less practical to apply because they consist of more than one equation. Therefore, in this paper it is discussed the application of Simplified Chung-Law formula that is the simplification of Chung-Law formula, and the development of a new formula for estimating the concrete compressive strength from the results of ultrasonic pulse velocity measurement.

For this research it was prepared concrete specimens from two sources with five degrees of strength by differentiating water-cement ratios in concrete mixes. The specimens used were cubes, cylinders, and columns. Materials for cylinders was the same as for columns, but different with for cubes. Measurements of ultrasonic pulse velocity were conducted on cubes and cylinders before compressive strength test. Regarding with columns it was performed measurements of ultrasonic pulse velocity only. The results of ultrasonic pulse velocity measurement was then inserted in the Simplified Chung-Law formula and compared to the results of cubes compressive tests. Correction equation for application of Simplified Chung-Law formula was made by conducting regression analysis of the existing relationship between the results of Simplified Chung-Law formula and cubes compressive tests. Regression analysis was also carried out for the results of ultrasonic pulse velocity measurements and compressive strength tests to develop a new formula.

From the research results it can be concluded that the values of concrete compressive strength estimated by Simplified Chung-Law formula require to be corrected and that the new formula obtained from this research can be used for estimation of concrete compressive strength more practically because it is only made up of one equation.

Keywords: concrete compressive strength, ultrasonic pulse, aggregate-cement ratio, water-cement ratio.


1. PENDAHULUAN

Beberapa rumus untuk estimasi kuat tekan beton dari data pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik telah dikembangkan oleh beberapa peneliti. Seals dan Anderson [1] mengembangkan model untuk memperkirakan kuat tekan beton umur 28 dan 90 hari dari data hasil pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik pada umur satu dan dua hari. Chung dan Law [2] mengusulkan rumus lain untuk estimasi kuat tekan beton in situ. Partowiyatmo dan Sudarmadi [3] meninjau penyederhanaan rumus yang dikembangkan Chung dan Law [2] menjadi rumus Chung-Law Sederhana. Akan tetapi, pengembangan yang terus-menerus untuk mendapatkan persamaan yang lebih sederhana dan praktis sehingga akan mempercepat pekerjaan dirasakan masih diperlukan.

Metode dan peralatan untuk pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik diuraikan antara lain dalam Standar ASTM C 597 [4] dan pustaka lain [5].

Informasi kuat tekan beton selalu diperlukan apabila akan dilakukan evaluasi terhadap struktur bangunan beton yang sudah berdiri. Informasi kuat tekan beton ini pada gilirannya digunakan dalam perhitungan-perhitungan kekuatan dari struktur yang ditinjau. Di dalam gambar-gambar struktur dari bangunan yang ditinjau biasanya terdapat informasi kuat tekan beton. Akan tetapi seberapa jauh beton di lapangan sesuai dengan data di gambar menjadikan pemeriksaan kekuatan beton aktual tetap diperlukan. Berkaitan dengan informasi mengenai kuat tekan beton, pentingnya melakukan estimasi terhadap kuat tekan beton telah diuraikan oleh Partowiyatmo dan Sudarmadi [3].

Pada pustaka [6] dinyatakan bahwa persamaan hubungan antara kuat tekan beton ekivalensi kubus dan kecepatan pulsa ultrasonik secara umum dapat dinyatakan sebagai: , dengan fc: kuat tekan beton ekivalensi kubus, e: bilangan alam, V: kecepatan pulsa, A dan B: konstanta. Persamaan berikut, mengikuti hubungan secara umum tersebut, diusulkan oleh Chung & Law [2] untuk memperhitungkan kuat tekan beton dari hasil pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik :
dengan :
f'c : kuat tekan beton (MPa)
Vp : kecepatan pulsa ultrasonik pada pasta semen (km/det)

Kecepatan pulsa ultrasonik pada pasta semen (Vp) oleh Chung & Law [2] diturunkan dari kecepatan pulsa terukur pada beton dan kecepatan pulsa pada agregat.

Oleh karena dipandang tidak praktis, persamaan (1) tersebut disederhanakan menjadi rumus Chung-Law Sederhana [3] :
dengan :
f'c : kuat tekan beton estimasi (kg/cm2)
Vc : kecepatan pulsa ultrasonik terukur pada beton (km/det).

Partowiyatmo dan Sudarmadi [3] meninjau hubungan yang ada antara kuat tekan hasil estimasi dengan rumus (2) tersebut dengan kuat tekan sebenarnya dari beton, yang didapat dari uji tekan silinder. Berdasarkan hasil penelitian yang mereka lakukan disimpulkan bahwa penggunaan rumus (2) di atas perlu dikoreksi dengan rumus :

dengan :
y : nilai kuat tekan beton ekivalensi silinder Ø15x30 cm (kg/cm2)
x : nilai kuat tekan hasil estimasi dengan rumus Chung-Law Sederhana (rumus (2)) (kg/cm2).

Dengan rumus (2) dan (3) memang sudah cukup memadai untuk melakukan estimasi kuat tekan beton konversi terhadap kekuatan silinder beton Ø15x30 cm. Akan tetapi, pada penelitian Partowiyatmo dan Sudarmadi [3] rumus-rumus tersebut, belum ditinjau penggunaannya pada benda uji lain, apakah masih sesuai atau tidak. Kemudian dari segi kepraktisan dipandang masih perlu pengembangan formula baru yang lebih praktis lagi dan lebih sesuai dengan kondisi lokal, karena beton sangat ditentukan oleh bahan-bahan pembentuknya.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, pada makalah ini dibahas mengenai penelitian dalam rangka pengembangan lebih lanjut metode estimasi kuat tekan beton melalui uji ultrasonik. Pembahasan mencakup penerapan rumus Chung-Law Sederhana (rumus (2)) pada benda uji kubus, pengaruh rasio agregat-semen dan rasio air-semen, serta pengembangan rumus baru untuk estimasi kuat tekan beton ekivalensi terhadap kubus 15x15x15 cm. Selanjutnya akan ditinjau penerapan berbagai pendekatan tersebut pada kolom beton.

2. BENDA UJI DAN METODE PENGUKURAN

Untuk keperluan penelitian ini dibuat benda uji kubus beton (15x15x15) cm dengan lima variasi komposisi campuran. Benda uji diharapkan dapat memenuhi kuat tekan beton: K-225, K-300, K-400, K-500, dan K-600. Masing-masing tipe benda uji terdiri dari 6 buah kubus. Komposisi bahan baku untuk masing-masing campuran spesi beton untuk kubus tertera pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi bahan baku rancangan campuran spesi beton untuk kubus

* Hasil rata-rata yang diperoleh dari uji tekan kubus

Di samping itu, ditampilkan juga, pada Tabel 2, komposisi bahan baku beton yang digunakan untuk benda uji silinder dan kolom, dengan sumber bahan dan komposisi rancangan campuran spesi yang berbeda dengan bahan untuk benda uji kubus sebagaimana tercantum pada Tabel 1. Untuk tiap-tiap tipe beton pada Tabel 2 dibuat benda uji silinder Ø15x30 sejumlah enam buah dan satu kolom dengan ukuran tinggi 1,5 m dan penampang 30x40 cm. Sebagian hasil penelitian dari benda uji silinder dibahas pada pustaka lain [3].

Tabel 2 Komposisi bahan baku rancangan campuran spesi beton untuk silinder dan kolom

* Hasil rata-rata yang diperoleh dari uji tekan silinder

Sehari setelah pengecoran, kubus beton dibongkar dari cetakan dan kemudian dirawat dengan cara direndam di dalam air selama 28 hari. Setelah itu dibiarkan di udara terbuka ruangan laboratorium selama 3 bulan. Setelah masa perawatan selesai, dilakukan pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik. Pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik dengan peralatan PUNDIT, dilakukan 10 kali pada setiap kubus untuk mengurangi tingkat kesalahan yang mungkin terjadi. Setelah semua kubus diuji ultrasonik, kemudian dilakukan uji tekan dengan menggunakan Mesin Control 1500 kN.

Pada benda uji kolom, setelah cetakan dibongkar, perawatan dilakukan dengan cara membungkus kolom tersebut dengan karung yang dibasahi selama 28 hari. Setelah itu dibiarkan di ruangan terbuka di dalam laboratorium sampai selama 5 bulan. Setelah selesai masa perawatan, dilakukan pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik. Untuk pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik, kolom dibagi menjadi tiga daerah: atas, tengah, dan bawah. Pada setiap daerah dilakukan pengukuran sebanyak 20 titik. Kemudian diambil harga rata-rata untuk setiap kolom. Untuk benda uji silinder dibahas pada pustaka lain [3].

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penerapan rumus Chung-Law Sederhana pada benda uji kubus

Hasil pengukuran dari uji ultrasonik adalah waktu tempuh dalam satuan mikrodetik. Kecepatan pulsa, dalam satuan km/det, diperoleh dengan membagi jarak ukur, dalam hal ini adalah 150 mm, dengan waktu tempuh terukur. Nilai kecepatan pulsa kemudian dimasukkan ke dalam rumus (2) untuk mendapatkan nilai kuat tekan estimasi dari kubus beton. Nilai-nilai kuat tekan beton estimasi ini kemudian dihubungkan dengan nilai kuat tekan sebenarnya yang didapat dari uji tekan kubus. Hubungan antara kuat tekan hasil uji tekan kubus dengan kuat tekan hasil estimasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Hubungan antara kuat tekan kubus beton dan kuat tekan estimasi dengan rumus Chung-Law Sederhana.

Dari Gambar 1 tampak bahwa nilai-nilai kuat tekan estimasi terletak di bawah garis kontrol, yang berarti cenderung lebih tinggi dari pada kuat tekan kubus beton sebenarnya. Kisaran selisih nilai antara kuat tekan estimasi dengan kuat tekan sebenarnya adalah -40 – 104 kg/cm2, dengan rata-rata 41 kg/cm2. Oleh karena itu, untuk mendapatkan nilai kuat tekan kubus beton yang benar, nilai kuat tekan estimasi harus dikoreksi dengan melihat hubungan yang ada antara kuat tekan sebenarnya dari kubus beton dengan kuat tekan estimasinya. Untuk mengetahui hubungan tersebut dicari persamaan yang sesuai melalui penggambaran trendline dari data yang ada. Empat macam persamaan regresi diterapkan, yaitu regresi linear, polinomial orde dua (persamaan kuadrat), power, dan eksponensial. Penggambaran trendline dan perumusan persamaan regresinya yang sesuai dilakukan dengan menggunakan fasilitas yang sudah tersedia pada Program Microsoft Excel.

Dari empat macam regresi yang dilakukan tampak bahwa regresi yang paling sesuai, ditunjukkan oleh nilai R2 yang paling mendekati 1, dalam hal ini = 0,9254, adalah regresi polinomial orde dua. Akan tetapi, regresi linear juga memberikan nilai R2 yang secara praktis sama, yaitu 0,9253. Dengan pertimbangan kesederhanaan bentuk persamaan, regresi linear yang dipilih. Selanjutnya, maka koreksi terhadap nilai kuat tekan beton hasil estimasi dapat dilakukan dengan persamaan ini :

dengan :
y : kuat tekan beton ekivalensi kubus 15x15x15 cm (kg/cm2)
x : kuat tekan hasil estimasi dengan rumus Chung-Law Sederhana (kg/cm2).

Sampai di sini, dengan membandingkan persamaan (4) dan (3) dapat dilihat bahwa persamaan koreksi untuk penggunaan rumus Chung-Law Sederhana pada kubus dan pada silinder berbeda.
Pengaruh rasio agregat- semen dan rasio air-semen

Disebutkan dalam pustaka bahwa korelasi antara kecepatan pulsa ultrasonik dan kekuatan beton dipengaruhi oleh jenis agregat, rasio agregat-semen, umur beton, ukuran dan gradasi agregat, dan kondisi perawatan (curing) [5]. Pada bagian ini akan disajikan hasil penelitian mengenai pengaruh rasio agregat-semen. Pengaruh rasio agregat-semen pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Pengaruh rasio agregat-semen terhadap kecepatan pulsa ultrasonik pada beton.
Secara umum, semakin besar nilai rasio agregat-semen, semakin rendah kecepatan pulsa ultrasoniknya. Dari Gambar 2 tampak bahwa apabila hubungan kecepatan pulsa ultrasonik dengan nilai rasio agregat-semen dinyatakan dengan garis lurus, maka pada benda uji kubus perubahan kecepatan pulsa ultrasonik terhadap nilai rasio agregat-semen cukup konsisten, tetapi tidak demikian halnya pada benda uji silinder. Pada nilai rasio agregat-semen yang rendah, pada benda uji silinder, hubungan antara kecepatan pulsa ultrasonik dan nilai rasio agregat-semen cenderung menurun dibandingkan pada benda uji kubus. Ada kemungkinan pada waktu pemadatan telah terjadi pemadatan yang tidak sempurna pada benda uji dengan rasio agregat-semen rendah karena memang pemadatan pada beton dengan rasio air-semen rendah relatif lebih sulit dibandingkan pada beton dengan rasio air-semen yang tinggi.
Gambar 3 Perubahan nilai rasio agregat-semen terhadap nilai rasio air-semen.

Kemudian, pada Gambar 3 diperlihatkan hubungan antara nilai rasio agregat-semen dengan nilai rasio air-semen. Tampak bahwa dalam pembuatan rancangan campuran spesi beton dalam penelitian ini, hubungan antara keduanya membentuk garis lurus di mana nilai rasio agregat-semen akan naik sebanding dengan kenaikan nilai rasio air-semen. Dengan demikian pengaruh rasio air-semen terhadap kecepatan pulsa ultrasonik memiliki kecenderungan yang sama dengan pengaruh rasio agregat-semen.

Secara umum, berdasarkan data pada benda uji kubus hubungan antara kecepatan pulsa ultrasonik dengan rasio agregat-semen dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

dengan :
v : kecepatan pulsa ultrasonik (km/det)
(a/c): rasio agregat-semen

dan untuk hubungannya dengan rasio air-semen, dapat dinyatakan sebagai berikut :

dengan :
v : kecepatan pulsa ultrasonik (km/det)
(w/c) : rasio air-semen

Pengembangan rumus

Rumus untuk estimasi kuat tekan beton dari hasil pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik dikembangkan secara empiris berdasarkan pada pengamatan terhadap hubungan antara hasil uji tekan pada benda uji kubus dan hasil pengukuran kecepatan pulsa ultrasoniknya. Dari hasil pengamatan diperoleh data sebagaimana digambarkan pada Gambar 4.

Hubungan antara hasil uji tekan dan hasil pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik tersebut kemudian dicoba dirumuskan dalam bentuk persamaan. Untuk merumuskan persamaan yang paling sesuai dalam menggambarkan hubungan yang ada, dilakukan penggambaran trendline melalui persamaan regresi. Tiga macam persamaan regresi dicoba diterapkan, yaitu regresi linear, polinomial orde dua (persamaan kuadrat), dan eksponensial. Persamaan yang paling sesuai akan ditunjukkan dengan nilai R2 yang paling mendekati 1. Perumusan persamaan dilakukan dengan bantuan Program Microsoft Excel.

Gambar 4 Hubungan kuat tekan dan kecepatan pulsa ultrasonik pada kubus beton.

Dari tiga persamaan regresi yang diterapkan, tampak bahwa yang menghasilkan nilai R2 paling mendekati 1 adalah persamaan polinomial orde dua dengan R2 = 0,9256. Dengan demikian, persamaan tersebut adalah persamaan yang paling cocok untuk menggambarkan hubungan antara kuat tekan kubus beton dan kecepatan pulsa ultrasoniknya. Oleh karena itu, estimasi kuat tekan beton ekivalensi kubus, selain dapat menggunakan rumus Chung-Law Sederhana (persamaan 2) bersama-sama dengan rumus koreksinya (persamaan 3), dapat juga dilakukan dengan persamaan berikut :

dengan :
f'c : kuat tekan beton ekivalensi kubus 15x15x15 cm (kg/cm2)
v : kecepatan pulsa ultrasonik pada beton (km/det)

Telah dilakukan juga perhitungan kesalahan relatif dari penerapan persamaan (7) tersebut, yaitu dengan menghitung nilai absolut dari selisih nilai antara hasil uji tekan dan hasil estimasi dengan persamaan (7) dibagi dengan nilai kuat tekan hasil uji tekan. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa kesalahan relatif rata-rata adalah 6% dan maksimum 20%. Ini menunjukkan bahwa untuk estimasi kuat tekan beton, persamaan (7) cukup dapat diandalkan.

Pada Gambar 4 disajikan juga persamaan Chung-Law Sederhana sebelum dikoreksi. Sekali lagi, tampak bahwa persamaan ini menghasilkan nilai kuat tekan beton yang cenderung lebih tinggi dari nilai kuat tekan sebenarnya. Kesalahan relatif dari penggunaan rumus Chung-Law Sederhana ini rata-rata adalah 12%, tetapi dapat mencapai 44%. Oleh karena itulah maka persamaan Chung-Law Sederhana dalam penggunaannya terhadap benda uji kubus perlu dikoreksi dengan persamaan (4) atau diganti sama sekali dengan persamaan (7).

Penerapan rumus

Hasil estimasi kuat tekan beton pada kolom dengan menggunakan berbagai pendekatan disajikan pada Gambar 5, disandingkan dengan hasil uji tekan silinder. Hasil uji tekan silinder dimaksudkan sebagai kontrol karena campuran spesi beton untuk kolom sama dengan campuran spesi beton untuk silinder, sehingga kekuatan betonnya diharapkan sama.

Pada Gambar 5 ditunjukkan bahwa pada rasio air-semen 0,3 dan 0,4 kuat tekan beton pada kolom hasil estimasi cukup mendekati hasil uji tekan silinder. Khusus pada rasio air-semen 0,5 hasil uji tekan dari dua silindernya menunjukkan perbedaan yang cukup besar dengan silinder yang satunya. Dalam hal ini, ada kemungkinan telah terjadi kekeliruan dalam pembuatan campuran spesi betonnya atau dalam penandaan benda uji. Pada rasio air-semen 0,5 ini, kuat tekan beton pada kolom hasil estimasi cukup mendekati hasil uji tekan pada silinder yang dua buah. Kemudian pada kolom dengan rasio air-semen 0,6 dan 0,7 kuat tekan beton pada kolom hasil estimasi ternyata berbeda secara signifikan dengan hasil uji tekan silinder, yaitu dapat mencapai sekitar 40%. Hal ini terjadi kemungkinan karena memang ada perbedaan kekuatan beton antara kolom dan silinder, atau karena rumus estimasi yang tidak sesuai atau mungkin ada faktor yang lain. Yang mana dari hal-hal tersebut yang paling mungkin terjadi, penjelasannya diuraikan pada paragraf berikut.

Gambar 5 Kuat tekan beton pada kolom diestimasi dengan berbagai pendekatan, dibandingkan dengan kuat tekan silinder.

Gambar 6 Estimasi kuat tekan silinder beton dari hasil pengukuran kecepatan ultrasonik dengan berbagai pendekatan.

Pada Gambar 6 diperlihatkan hasil estimasi kuat tekan beton pada silinder dibandingkan dengan hasil uji tekannya. Berbagai persamaan yang digunakan untuk estimasi tersebut, semuanya relatif memiliki korelasi yang cukup baik dengan hasil uji tekannya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa perbedaan nilai kuat tekan antara silinder dan kolom di atas bukan disebabkan oleh persamaan estimasi yang tidak sesuai. Kemudian, pada Gambar 6 ini data dari hasil estimasi dengan persamaan (7), di mana merupakan nilai kuat tekan ekivalensi kubus, tidak dikonversikan ke nilai kuat tekan silinder, sementara menurut pustaka [7] kuat tekan silinder Ø15x30 cm adalah 0,83 kali kuat tekan kubus 15x15x15 cm. Hal ini dikarenakan bahwa dari data yang diperoleh pada penelitian ini ternyata nilai-nilai kuat tekan baik dari kubus maupun dari silinder, pada rasio air-semen atau rasio agregat-semen yang sama, tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Perbandingan kuat tekan beton dari benda uji kubus dan silinder pada nilai-nilai rasio air-semen.

Gambar 8 Rata-rata kecepatan pulsa ultrasonik dari hasil pengukuran pada kolom dan silinder, disandingkan dengan hasil uji tekan silinder (nilai rata-rata).

Kemudian pada Gambar 8 ditunjukkan perbandingan kecepatan pulsa ultrasonik pada kolom dan pada silinder, disandingkan dengan hasil uji tekan silinder. Tampak bahwa kecepatan pulsa ultrasonik pada silinder dengan hasil uji tekannya berkorelasi cukup baik. Sementara itu, tampak pula bahwa pada rasio air-semen 0,6 dan 0,7, kecepatan pulsa ultrasonik pada kolom cukup lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan pulsa ultrasonik pada silinder, sementara pada rasio air-semen yang lebih rendah kedua nilai kecepatan tersebut cukup dekat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa perbedaan nilai kuat tekan antara kolom dan silinder pada rasio air-semen 0,6 dan 0,7 sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5 disebabkan oleh adanya perbedaan nilai terukur kecepatan pulsa ultrasonik. Perbedaan nilai kecepatan pulsa ultrasonik tersebut dapat disebabkan oleh kondisi internal betonnya, terutama tingkat kepadatannya. Tingkat kepadatan sangat mempengaruhi porositas, di mana semakin tinggi tingkat kepadatan suatu beton, akan semakin rendah porositasnya. Tingkat porositas sendiri sangat mempengaruhi kecepatan pulsa ultrasonik, di mana semakin rendah porositas suatu beton semakin tinggi kecepatan pulsa ultrasoniknya. Sementara itu, nilai kuat tekan beton hasil estimasi sangat peka terhadap perubahan nilai kecepatan pulsa ultrasonik.

Kemungkinan lain adalah karena faktor manusia, yaitu ketidaktelitian dalam melakukan pengukuran pada saat memeriksa kolom dengan rasio air-semen 0,6 dan 0,7. Sebagai akibatnya diperoleh angka-angka nilai kecepatan pulsa ultrasonik yang tinggi. Akan tetapi faktor manusia ini dapat dianggap kecil karena teknisi yang melakukan pengukuran sudah cukup berpengalaman.

Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab yang paling mungkin terhadap terjadinya perbedaan antara kuat tekan beton hasil estimasi pada kolom dengan kuat tekan hasil uji tekan silinder, meskipun keduanya dari campuran yang sama, adalah karena memang pada rasio 0,6 dan 0,7 terdapat perbedaan kuat tekan antara kolom dan silinder akibat perbedaan porositas atau tingkat kepadatan. Jadi, bukan disebabkan oleh rumusan persamaan estimasi yang tidak sesuai. Kondisi kepadatan yang berbeda itu sendiri dapat terjadi sebagai akibat dari ketidakseragaman dalam pelaksanaan pembuatan benda uji.

Kemudian dari data pendukung untuk Gambar 6 diperoleh nilai kesalahan rata-rata untuk penggunaan persamaan (7) adalah 13%, sementara untuk persamaan Chung-Law Sederhana adalah 18%, dan persamaan Chung-Law Sederhana setelah dikoreksi terhadap benda uji silinder adalah 9%. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa penggunaan rumus (7) dari segi ketelitian cukup memadai dan dapat diterapkan secara lebih mudah karena tidak memerlukan persamaan koreksi.

4. KESIMPULAN

Dari hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan dan dibahas dalam makalah ini dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut.

1. Estimasi kuat tekan beton dengan rumus Chung-Law Sederhana (rumus (2)) menghasilkan nilai kuat tekan beton yang cenderung lebih tinggi dari kuat tekan sebenarnya dengan selisih rata-rata sebesar 41 kg/cm2.
2. Persamaan koreksi untuk penerapan rumus Chung-Law Sederhana (rumus (2)) pada benda uji kubus berbeda dengan persamaan koreksi pada benda uji silinder. Untuk kubus berlaku rumus (4) yang merupakan persamaan linier (garis lurus), sementara untuk silinder berlaku persamaan berpangkat.
3. Rasio agregat-semen dan rasio air-semen memiliki pengaruh yang serupa terhadap kecepatan pulsa ultrasonik, yaitu semakin besar nilai rasio agregat-semen atau rasio air-semen semakin rendah kecepatan pulsa ultrasoniknya. Hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan (5) dan (6).
4. Estimasi kuat tekan beton ekivalensi kubus dari data hasil pengukuran kecepatan pulsa ultrasonik dapat dilakukan secara lebih praktis dengan persamaan (7) karena hanya memerlukan satu persamaan dan dengan demikian akan mempercepat pekerjaan untuk mendapatkan nilai kuat tekan beton yang dicari.

UCAPAN TERIMA KASIH

Materi makalah ini diperoleh dari sebagian hasil kegiatan penelitian yang dibiayai dari dana DIP – BPPT tahun anggaran 2001. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Sdr. Suwignyo Hadi, Ahmad Khotib, Daud Supriyanto, Ade Ruchimat, dan Abdurachman Sutisna dari Kelompok Uji Tak Rusak dan Lab. Uji Statik UPT-LUK yang telah membantu dalam pelaksanaan pengukuran dan pengujian.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anderson, D.A. and Seals, R.K., Pulse Velocity as a Predictor of 28- and 90-Day Strength, ACI Journal, March-April 1981, American Concrete Institute, Detroit, 1981. pp.116-122
[2] Chung, H.W. & Law, K.S., Diagnosing In Situ Concrete by Ultrasonic Pulse Technique, Concrete International, October 1983, American Concrete Institute, Detroit, 1983. pp.42-49
[3] Partowiyatmo, A. & Sudarmadi, Pengembangan Teknik Estimasi Kekuatan Beton dengan Uji Ultrasonik, Prosiding Seminar Teknologi Untuk Negeri, BPPT, Jakarta, 2003.
[4] ASTM C 597-1991, Test for Pulse Velocity through Concrete, American Society for Testing and Materials, Philadelphia, 1991.
[5] Pundit Manual for Use with the Portable Ultrasonic Non-Destructive Digital Indicating Tester, C.N.S. Electronics Ltd., London.
[6] Bungey, J.H. & Millard, S.G., Testing of Concrete in Structures, 3rd Edition, Blackie Academic & Professional, Glasgow, 1996. p.57
[7] Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.I.-2, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Ditjen Cipta Karya, Departemen PUTL.
Catatan: Makalah dimuat di "Publikasi Ilmiah Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Kalibrasi, Instrumentasi dan Metrologi (PPI - KIM) 2003", ISSN 0852 - 002X, Penerbit: Puslit KIM - LIPI

Minggu, 23 November 2008


INSPEKSI DAN ANALISIS RETAK-RETAK BETON FIRE PROOF PADA KAKI TANGKI

Sudarmadi dan Suwignyo Hadi
UPT Laboratoria Uji Konstruksi – BPPT
Puspiptek Serpong Tangerang 15314

Abstract
In this paper it is discussed and analized the results of inspection of cracks in concrete used as fire proof on a tank legs. Inspection was performed visually and by measuring the crack depth using PUNDIT. The results of inspection showed that some existing crack depths have been greater than the critical value. From the analysis it was expected that the cause of cracks was the quick evaporation when the concrete was still fresh or due to drying shrinkage. Because of such cracks the risk with regard to corrosion attack on steel reinforcement or on the main pipe of leg was arised. Therefore, suitable actions for dealing with this risk were presented at the end of the paper.

Katakunci : beton, retak-retak, inspeksi, analisis.

1. PENDAHULUAN

Beton adalah salah satu bahan struktur bangunan yang banyak digunakan. Meskipun demikian, beton memiliki kelemahan, antara lain adalah rendahnya kekuatan tarik sehingga mudah retak. Retak-retak pada struktur beton secara umum dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu retak struktural dan non-struktural(1). Retak struktural adalah retak yang terjadi sebagai akibat langsung pembebanan, sedangkan retak yang disebabkan selain akibat langsung dari pembebanan disebut retak non-struktural, misalnya karena penyusutan, pengaruh perbedaan suhu, atau karena proses kimia yang terjadi antara semen dan agregat. Retak-retak yang boleh terjadi pada struktur beton pada umumnya lebarnya dibatasi, disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Hal ini terkait dengan usaha menjaga durabilitas atau keawetan dari struktur yang bersangkutan karena adanya retak-retak pada beton dapat mempercepat terjadinya serangan korosi(2,3).
Selain sebagai bahan struktur, beton dapat juga digunakan sebagai bahan non-struktur, misalnya sebagai lapis lindung kebakaran (fire proof). Dalam hal ini beton tidak mendukung beban sama sekali. Beban struktur sepenuhnya didukung oleh komponen yang dilindunginya. Sebagai lapis lindung kebakaran, sebenarnya beton secara tidak sengaja juga melindungi baja yang ada di dalamnya dari serangan korosi. Oleh karena itu, pada fungsi non-struktur ini beton juga diharapkan tidak mengalami retak-retak.
Pada kasus retaknya beton, baik pada fungsi sebagai bahan struktur maupun non-struktur, selain lebar dari retak, juga harus diperhatikan kedalamannya, yaitu apakah sudah mencapai baja yang dilindunginya. Kedalaman retak ini penting karena ketika retak sudah mencapai permukaan baja yang dilindunginya maka berarti perlindungan terhadap serangan korosi sudah hilang. Hilangnya perlindungan terhadap serangan korosi yang tidak mendapatkan penanganan yang semestinya, dapat berakibat fatal. Gambar 1 menunjukkan runtuhnya sebuah tangki akibat korosi pada kaki-kakinya yang tidak mendapat perhatian yang serius.
Gambar 1 Runtuhnya sebuah tangki akibat korosi pada kaki-kaki penyangganya

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa pemeriksaan terhadap retak-retak pada beton menjadi sangat penting untuk memperoleh keyakinan bahwa retak-retak yang ada adalah tidak membahayakan terhadap keamanan baja dari serangan korosi.
Selanjutnya pada makalah ini disampaikan suatu kasus di lapangan berkaitan dengan terjadinya retak-retak pada beton lapis lindung kebakaran. Gambaran kasusnya adalah sebagai berikut. Bahwa telah terjadi keretakan pada lapis lindung kebakaran yang terbuat dari beton pada kaki-kaki (legs) suatu tangki penyimpanan. Dikhawatirkan retak-retak yang terjadi telah mencapai permukaan dinding pipa baja, yang merupakan struktur penopang tangki, sehingga akan mempengaruhi keamanan pipa dari serangan korosi, atau bahkan sebaliknya apakah retak tersebut adalah akibat korosi yang telah terjadi.
Berangkat dari latar belakang permasalahan tersebut di atas, dilakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengukur kedalaman retak yang terjadi dan menelusuri kemungkinan penyebab terjadinya retak, sehingga dapat diusulkan tindakan yang seharusnya dilakukan untuk mengatasi masalah yang mungkin timbul.

2. OBJEK PENELITIAN DAN METODE

2.1 Objek Penelitian

Objek penelitian adalah lapisan beton yang berfungsi sebagai lapis lindung kebakaran pada pipa baja yang berfungsi sebagai kaki-kaki penyangga tangki penyimpanan. Tebal nominal lapisan fire proof adalah 10 cm. Setelah lapis fire proof selesai dibuat, permukaannya kemudian dilapis lagi (overlay). Tebal lapisan tambahan ini antara 1 – 2 cm.
Objek penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Terdapat dua tangki sebagai objek uji, yaitu Tangki A dan Tangki B, dengan delapan kaki untuk masing-masing tangki.

2.2 Metode

Penelitian yang dilakukan mencakup kegiatan-kegiatan berikut:
1. Pemeriksaan visual secara menyeluruh terhadap semua kaki tangki.
2. Pengukuran kedalaman retak.
Pengukuran kedalaman retak dilakukan terhadap retak arah horisontal. Pengukuran dilakukan dengan metode ultrasonic menggunakan peralatan PUNDIT (Portable Ultrasonic Non Destructive Indicating Tester). Pengukuran kedalaman retak hanya dapat dilakukan pada retak yang tampak di permukaan. Sebelum pengukuran dilakukan, pada lokasi titik ukur terlebih dahulu dilakukan pengecekan terhadap kemungkinan terjadinya delaminasi. Caranya dengan mengetuk permukaan dengan palu. Adanya delaminasi ditunjukkan dengan suara ketukan yang terasa kosong. Apabila terjadi delaminasi, maka lapisan yang mengalami delaminasi diusahakan dikupas terlebih dahulu.
(a) Tangki penyimpanan

(b) Contoh kondisi kaki tangki

Gambar 2 Objek penelitian

Ditetapkan bahwa suatu retak dianggap kritis apabila kedalamannya telah melampaui 60% dari ketebalan lapis fire proof.

Pengukuran kedalaman retak dilakukan dengan cara sebagaimana digambarkan pada Gambar 3. Pengukuran transit time dilakukan dua kali dengan jarak transmitter dan receiver yang berbeda, misalkan X1 dan X2. Jarak antara transmitter ke celah retak dan antara celah retak ke receiver dibuat sama. Transit time yang bersesuaian dengan X1 dan X2 misalkan T1 dan T2. Selanjutnya kedalaman retak c dapat dihitung dengan persamaan berikut :


Gambar 3 Cara pengukuran kedalaman retak

3. HASIL PEMERIKSAAN DAN PENGUKURAN

3.1 Hasil Pemeriksaan Visual

Hasil pemeriksaan visual menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
1. Kondisi lapis lindung kebakaran di semua kaki sudah mengalami retak-retak baik pada arah vertikal maupun horisontal (melingkar). Semua retak ditandai dengan adanya endapan warna putih. (Lihat Gambar 2).
2. Belum terlihat adanya retakan dengan endapan warna coklat kekuningan sebagai indikasi terjadinya korosi.
3. Di beberapa kaki sudah terjadi spalling (rompal). Akan tetapi, spalling hanya terjadi pada lapisan tambahan (overlay) saja.

3.2 Hasil Pengukuran Kedalaman Retak

Hasil pengukuran kedalaman retak pada lapisan fire proof disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil Pengukuran Kedalaman retak

Dari hasil pengukuran pada benda uji A, tampak dari Tabel 1 bahwa pada empat kaki, yaitu A-1, A-2, A-4, dan A-8, kedalaman retaknya sudah mencapai kondisi kritis. Pada benda uji B kebanyakan terjadi delaminasi sehingga tidak dapat diketahui kedalaman retaknya melalui pengukuran ini. Yang tampak dari hasil pengukuran pada benda uji B hanya ada satu kaki yang kedalaman retaknya kritis, yaitu B-8.

4. DISKUSI

4.1 Alternatif Penyebab Retak

Beberapa kemungkinan penyebab terjadinya retak-retak pada lapisan fire proof pada kaki-kaki tangki penyimpanan pada kasus ini adalah sebagai berikut.

Penguapan terlalu cepat akibat perawatan tidak sempurna

Kemungkinan pertama penyebab retak-retak pada lapisan fire proof adalah terjadinya penguapan yang terlalu cepat ketika beton masih segar dan dalam masa perawatan (curing). Ada kemungkinan perawatan yang dilakukan tidak efektif atau jangka waktu perawatan kurang mencukupi. Hal ini berakibat terjadinya penguapan air dari permukaan beton yang terlalu cepat. Ketika terjadi penguapan air dari permukaan beton secara cepat, maka permukaan beton akan mengering dalam waktu singkat, sementara beton pada bagian bawahnya masih basah. Adanya perbedaan kondisi penguapan antara beton bagian permukaan dan beton di bawahnya ini akan mengakibatkan terjadinya tegangan tarik pada permukaan beton. Beton adalah bahan yang lemah terhadap tegangan tarik, apalagi ketika umur beton masih muda, dapat dikatakan beton sama sekali tidak mempunyai kekuatan tarik. Oleh karena itu, ketika terjadi penguapan yang terlalu cepat pada permukaan beton dan timbul tegangan tarik, akibatnya permukaan beton mengalami retak-retak.
Terjadinya retak-retak akibat penguapan yang terlalu cepat ini timbul sejak beton masih muda (sejak masa pembangunan), hanya saja kemungkinan belum terpantau secara jelas.

Susut kering

Kemungkinan kedua penyebab retak-retak pada lapisan fire proof pada kasus ini adalah akibat susut kering (drying shrinkage). Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut. Seandainya perawatan yang dilakukan sempurna, maka tidak akan terjadi retak-retak pada masa perawatan sebagaimana digambarkan pada kemungkinan No. 1 di atas. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa proses penguapan air dari beton berlangsung secara terus-menerus. Ketika masa perawatan selesai, maka tidak ada lagi air yang melingkupi permukaan beton, sehingga penguapan selanjutnya akan melibatkan air yang ada di dalam beton. Dengan menguapnya air yang ada di dalam beton, menyebabkan betonnya menyusut. Ketika lapisan beton fire proof menyusut akibat proses pengeringan ini, sementara pipa yang diselimutinya tidak menyusut, maka dapat dipastikan lapisan beton fire proof akan retak-retak.
Apabila hal ini yang terjadi, maka terjadinya retak-retak akan lebih lambat dari pada mekanisme pada No. 1.

Perbedaan pemuaian

Kemungkinan ketiga, penyebab retak-retak pada kasus ini adalah adanya perbedaan pemuaian antara lapisan beton fire proof dan pipa di dalamnya. Apabila suhu lingkungan cukup tinggi sehingga terjadi pemuaian yang signifikan, maka dapat terjadi perbedaan pemuaian antara pipa dan lapisan beton fire proof yang menyelimutinya. Pada umumnya, besi akan lebih mudah dan lebih besar pemuaiannya dari pada beton. Oleh karena itu, ketika terjadi suhu lingkungan yang cukup tinggi, pemuaian pada pipa akan lebih besar, sebagai akibatnya selimut fire proof akan mengalami tegangan tarik dan apabila tegangan tarik yang terjadi melampaui kuat tarik betonnya maka terjadi retak-retak.


Korosi baja dalam beton

Kemungkinan lainnya sebagai penyebab retak-retak pada lapisan fire proof adalah terjadinya korosi pada baja tulangan (wiremesh) atau pipa baja. Terjadinya korosi akan menghasilkan produk korosi di sekeliling baja yang terkorosi. Produk korosi ini lama-kelamaan akan mendesak beton di sekelilingnya sehingga beton pecah atau retak-retak. Terjadinya korosi pada baja tulangan atau pipa baja dapat disebabkan adanya serangan klorida ataupun karena proses karbonasi sehingga baja tulangan atau pipa baja tidak terlindungi lagi terhadap oksigen dan uap air(4). Serangan korosi terutama akan dialami oleh beton yang porous. Terjadinya korosi pada baja tulangan atau pipa baja sampai dapat menimbulkan retak-retak pada betonnya biasanya berlangsung cukup lama (umumnya lebih dari 10 tahun), tergantung pada kondisi lingkungan dan mutu beton yang digunakan. Untuk di lingkungan laut (splash zone), hasil perhitungan berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa timbulnya retak-retak pada beton akibat korosi pada baja tulangannya adalah antara 10 sampai sekitar 80 tahun tergantung komposisi betonnya(5).

4.2 Analisis

Dari hasil pemeriksaan secara visual diketahui bahwa dari retak-retak yang ada tidak terdapat endapan warna coklat kekuningan sebagai pertanda adanya korosi pada dinding pipa atau baja tulangan. Juga diperoleh keterangan bahwa bangunan tersebut masih relatif baru (kurang dari 10 tahun). Tambahan lagi, lingkungan di sekitarnya adalah bukan lingkungan laut atau agresif terhadap serangan korosi. Oleh karena korosi baja tulangan atau dinding pipa di mana sampai mengakibatkan retak-retaknya beton akan terjadi pada jangka waktu yang cukup lama dan ditandai dengan adanya noda endapan coklat kekuningan, sementara hal itu tidak terjadi, maka alternatif kemungkinan yang menyatakan bahwa penyebab retak-retak adalah disebabkan oleh adanya korosi pada baja tulangan atau dinding pipa tidak dapat diterima.
Untuk kemungkinan bahwa penyebab retak-retak adalah perbedaan pemuaian akibat adanya suhu yang tinggi juga kecil kalau suhu yang berpengaruh hanyalah suhu lingkungan udara luar. Suhu lingkungan udara luar biasanya hanya akan berpengaruh pada kecepatan penguapan dan susut kering. Oleh karena itu, pada kasus ini kemungkinan terbesar sebagai penyebab retak-retak pada lapisan beton fire proof adalah penguapan yang terlalu cepat pada masa perawatan atau karena susut kering.
Berkaitan dengan endapan warna putih pada retak-retak, dapat diterangkan sebagai berikut. Dari hasil pengamatan secara visual terhadap cover plate diketahui bahwa lebar cover plate sama dengan tebal lapisan fire proof dan tampak ada celah antara cover plate dan betonnya. (Lihat Gambar 4). Akibat adanya celah antara cover plate pada batas atas fire proof dan juga akibat adanya retak-retak, air hujan akan mengalir masuk ke dalam beton. Akibat aliran air hujan ini, kalsium hidroksida yang dikandung di dalam beton akan terbawa oleh aliran air (leaching) dan ketika sampai di permukaan terjadi kontak dengan karbondioksida dan bereaksi membentuk kalsium karbonat (efflorescence). Jadi, endapan warna putih pada retak-retak adalah kalsium karbonat sebagai hasil reaksi antara kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dan karbondioksida (CO2).

Gambar 4 Celah antara cover plate dan lapisan fire proof tempat masuknya air hujan

Selanjutnya, dengan adanya retak-retak yang di beberapa tempat sudah mencapai kondisi kritis, dan juga adanya leaching di mana akan membuat beton bertambah porous, maka kesempatan untuk oksigen (O2) dan uap air (H2O), ataupun zat-zat agresif lain, misalnya klorida, untuk mencapai baja tulangan atau pipa akan semakin besar. Hal ini berarti bahwa resiko untuk terjadinya korosi pada baja tulangan dan pipa semakin besar pula, meskipun pada saat ini memang secara visual belum didapatkan indikasi terjadinya korosi.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pemeriksaan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Penyebab retak-retak pada lapisan beton fire proof kemungkinan besar adalah oleh karena penguapan yang terlalu cepat pada masa perawatan atau karena susut kering setelah masa perawatan.
Endapan warna putih adalah kalsium karbonat (efflorescence) sebagai akibat proses leaching.
Adanya retak-retak dan proses leaching akan meningkatkan resiko serangan korosi pada baja tulangan dan pipa legs.

5.2 Saran

Langkah yang disarankan adalah yang berkaitan dengan perlindungan terhadap serangan korosi. Langkah ini terdiri dari membuat cover plate lebih lebar dari tebal lapisan fire proof, perbaikan retak-retak, dan setelah itu pengecatan permukaan lapisan fire proof secara periodik untuk mengurangi penetrasi oksigen dan air.
Untuk perbaikan retak-retak dapat dilakukan dengan menginjeksi retak-retak yang ada. Untuk langkah ini disarankan untuk dikaji secara mendalam mengenai efektifitas dan biayanya. Alternatif lain adalah membongkar lapisan fire proof yang ada dan mengganti dengan yang baru dengan kontrol yang lebih baik pada waktu pembangunan maupun masa perawatan.
Rekomendasi lain yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mengadakan inspeksi secara rutin terhadap kemungkinan adanya serangan korosi baik pada baja tulangannya maupun pada pipanya sendiri. Untuk inspeksi rutin ini dapat dilakukan setiap satu tahun sekali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Concrete Society Technical Report No.22, “Non-Structural in Concrete,” The Concrete Society, London, 1982.
2. ACI 224.1R-93, “Causes, Evaluation, and Repair of Cracks in Concrete Structures,” American Concrete Institute, 1993.
3. Yayasan Dana Normalisasi Indonesia, “Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.I. – 2,” Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Dirjen Cipta Karya, Dep. PUTL, 1978.
4. Neville, A.M. & Brooks, J.J., “Concrete Technology,” Longman Scientific & Technical, Burnt Mill – Essex, 1994.
5. Polder, R.B., “Laboratory Testing of Five Concrete Types for Durability in A Marine Environment,” in Corrosion of Reinforcement in Concrete Construction (edited by Page et al.), Royal Society of Chemistry, Cambridge, 1996. pp. 115-123

RIWAYAT PENULIS

Sudarmadi, lahir di Purbalingga pada tanggal 30 Agustus 1967. Pada tahun 1992 menamatkan pendidikan S1 di Universitas Gadjah Mada dalam bidang Teknik Sipil Struktur. Program S2 pada bidang Teknik Sipil diselesaikan di The University of Queensland, Brisbane, Australia pada tahun 2000. Saat ini bekerja di Bidang Pengujian Komponen dan Konstruksi UPT Laboratoria Uji Konstruksi – BPPT.

Suwignyo Hadi, lahir di Dukuh Seti, Pati pada tanggal 29 Agustus 1962. Pada tahun 1995 menamatkan pendidikan S1 pada bidang Teknik Mesin di Universitas Nasional. Berbagai kursus di bidang Uji Tak Rusak pernah diikuti. Saat ini bekerja sebagai staf Laboratorium Uji Tak Rusak pada Bidang Pengujian Material UPT Laboratoria Uji Konstruksi – BPPT.

Catatan:
Makalah dimuat di Majalah Ilmiah PENGKAJIAN INDUSTRI, Topik: Material, ISSN 1410-3680, Edisi No: 20/Agustus/2003, Penerbit: Deputi TIRBR BPPT Jakarta.